Sastra Tiongkok memiliki sejarah yang sangat panjang. Shi Jing adalah salah satu sumber sastra Tiongkok yang paling penting. Shi Jing adalah sebuah kumpulan syair yang paling tua di Tiongkok, mengumpulkan karya syair sejak awal dinasti Zhou barat sampai pertengahan Chunqiu(kira-kira abad 11 SM hingga abad 6 SM), seluruhnya ada 305 buah syair. Penyunting kumpulan syair ini umumnya diperkirakan adalah Konfusius. Sedangkan asal-usul syairnya, ada beberapa macam: Pertama, berasal dari “Xian shi”(syair dedikasi). Ketika raja Zhou menerima laporan dari para menteri, Gong Qing mempersembahkan syair kepada raja, untuk mengkritik atau memuji. Kedua, berasal dari “Cai shi”(memungut syair). Para pejabat di bidang musik kerajaan Zhou atau negara-negara bagiannya, membunyikan bel kayu, menuju ke pelosok-pelosok untuk mengumpulkan syair dan lagu yang populer di masyarakat. Masih ada lagi sebagian syair, yang digunakan pada ritual penyembahan, pesta dan lain-lain. Semuanya dikumpulkan oleh pejabat musik kerajaan atau pemimpin ritual serta sejarawan.
Dengan demikian, di dalam syair-syair dalam Shi Jing, ada jenis yang berbeda-beda: Syair yang berasal dari rakyat digolongkan menjadi “Feng”. Syair yang dipersembahkan kepada raja untuk mengkritik atau memuji digolongkan menjadi “Ya”. Syair di dalam ritual dan pesta digolongkan menjadi “Song”. “Feng”, “Ya”, “Song” berasal dari jenis musik. “Feng” adalah musik daerah negara-negara bagian. “Ya” memiliki arti “lurus”, Musik Ya digunakan di istana, juga disebut “musik istana”. “Song” adalah lagu dan tarian, iramanya agak lambat, kebanyakan digunakan dalam ritual penyembahan. Karena musik dan penggunaannya yang berbeda, Feng, Ya, Song di dalam Shi Jing memiliki gaya estetika yang tidak benar-benar sama. “Ya”, “Song” menekankan detil yang kaya, sedangkan “Feng”, atau juga disebut “Guo Feng”, lebih lincah, ibaratnya Ya dan Song itu berada di kuil, sedangkan Feng berada di rakyat. Meskipun demikian, jika mempertimbangkan zaman penulisan Shi Jing, yaitu dinasti Zhou barat, politik dan budaya waktu itu masih berpusatkan pada kaum bangsawan. Sedangkan “rakyat jelata” non-bangsawan, belum punya kebebasan, apalagi waktu lebih untuk berkreasi. Maka, “Guo Feng” di dalam Shi Jing masihlah merupakan hasil karya kaum bangsawan, namun kadang juga dapat mewakili masyarakat jelata.
(Diterjemahkan dari Overseas Chinese Language and Culture Education Online)