Di masa dinasti Han, Tiongkok melalui “Jalan Sutra” membangun relasi…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (05 – 何去何从/Bagaimana Selanjutnya)
Dong Zhuo setelah memegang kendali kekuasaan akibat kacaunya situasi istana, menyadari bahwa pasukan yang dibawanya dari daerah barat laut adalah pasukan yang barbar. Mereka hanya bisa merusak, tidak bisa membangun. Maka Dong Zhuo jika hendak melangsungkan kekuasaannya, ia tetap harus merekrut orang-orang berbakat. Salah satunya adalah Cao Cao. Dong Zhuo mengangkat Cao Cao menjadi komandan kavaleri. Di saat itu Cao Cao sudah bisa memandang dengan jeli, bahwa mengikuti Dong Zhuo bukanlah jalan yang tepat. Maka Cao Cao pun kabur dari istana, kembali ke kampung halaman.
Sesampainya di Chen Liu, Cao Cao mendapat sokongan dari seorang kaya di daerah itu. Menurut prof. Yi, hal ini adalah hal yang sangat penting, namun jarang diperhatikan orang. Tokoh-tokoh Tiga Negara, seperti Cao Cao dan Liu Bei, mereka untuk dapat mengumpulkan pasukan, selalu mendapat bantuan finansial dari orang kaya setempat terlebih dahulu. Akhirnya Cao Cao dengan bantuan uang itu pun membangun pasukan, bersiap melawan Dong Zhuo. Ini adalah hal pertama yang dilakukan Cao Cao dalam kaitannya dengan “pahlawan di negara kacau”. Hal ini berpengaruh kepada para pemimpin lainnya, mereka juga turut serta mengumpulkan pasukan, untuk bersama-sama menyerang Dong Zhuo. Mereka adalah Yuan Shu, Han Fu, Kong Zhou, Liu Dai, Wang Kuang, Yuan Shao, Zhang Miao, Qiao Mao, Yuan Qian, Bao Xin, bersama-sama mengerahkan pasukan, dan mengangkat Yuan Shao sebagai pemimpin.
Karena pasukan ini bermarkas di sebelah timur pos Hangu, maka dinamakan pasukan Guan dong(di timur pos). Yuan Shao kenapa bisa dijadikan pemimpin? Yuan Shao memiliki latar belakang keluarga yang hebat(empat generasi menjabat sebagai pejabat tinggi). Yuan Shao juga berpenampilan rupawan, pintar, pergaulannya luas. Namun yang paling utama adalah karena Yuan Shao berani melawan Dong Zhuo. Ketika Dong Zhuo hendak mengganti kaisar dengan Pangeran Chenliu, Yuan Shao terang-terangan menentang rencana ini. Dong Zhuo marah besar, ia menghunus pedang sambil berkata, “Apa kau pikir pedangku ini tidak cepat?” Yuan Shao seketika itu juga menghunus pedang menangkis pedang Dong Zhuo, kemudian berkata, “Di dunia ini hanya pedang tuan sajakah yang cepat?” Lalu Yuan Shao mundur dan malamnya meninggalkan istana. Menurut catatan kaki Pei Songzhi, kejadian ini tidak benar-benar terjadi. Dan di dalam Catatan Tiga Negara(Records of Three Kingdoms) juga tidak demikian, Yuan Shao berkata kepada Dong Zhuo kalau masalah penggantian kaisar akan dibicarakan dengan pamannya, lalu malam harinya ia kabur. Tetapi pada dasarnya tetap sama, Yuan Shao menentang Dong Zhuo.
Meski demikian, Yuan Shao adalah orang yang tidak memiliki kemampuan berpolitik. Dong Zhuo bisa masuk istana juga adalah karena Yuan Shao, yang terjadi ketika kekacauan antara pihak kasim dan pejabat di istana berlangsung, berharap Dong Zhuo bisa menyelesaikannya. Hal ini adalah pandangan yang picik. Cao Cao ketika mendengar kabar tentang Yuan Shao melakukan keputusan ini, tertawa terbahak-bahak karena ia tahu itu keputusan yang salah. Dari sini kita bisa melihat perbedaan kemampuan politik Cao Cao dan Yuan Shao. Pandangan Cao Cao sederhana saja, membunuh ayam buat apa memakai pisau jagal sapi? Apalagi pisau itu bukan di tangan sendiri.
Sementara di kalangan pimpinan pasukan Guan dong sendiri, mereka juga bukanlah pemimpin yang cakap. Tidak ada yang berani mengambil inisiatif. Cao Cao melihat hal ini, merasa tidak sabar lagi. Cao Cao berkata kepada mereka agar tidak ragu-ragu lagi, sekaranglah saat paling tepat untuk menyerang Dong Zhuo. Kenapa demikian? Saat itu Dong Zhuo sudah membakar kota Luoyang, lalu memindahkan kaisar ke Chang’an. Maka tidak perlu diragukan lagi bahwa Dong Zhuo itu bagaikan teroris. Namun tidak ada orang yang mendengarkan usulan Cao Cao. Maka Cao Cao akhirnya membawa pasukan sendiri pergi menyerang Dong Zhuo. Saat itu Zhang Miao bersimpati kepada Cao Cao, ikut mengerahkan pasukan kecil membantu Cao Cao. Akhirnya karena pasukan Cao Cao terlampau kecil, ia pun harus kalah dari pasukan Dong Zhuo yang besar. Cao Cao bahkan hampir saja terbunuh di dalam perang ini, kalau saja Cao Hong tidak menyelamatkannya dengan meminjamkan kudanya kepada Cao Cao. Cao Hong waktu itu mengucapkan kalimat yang terkenal, “Dunia boleh tidak ada Cao Hong, tapi tidak boleh tidak ada anda.”
Cao Cao kembali ke pasukan Guan dong dan mendapati bahwa para pimpinan pasukan Guan Dong semuanya hanya berhura-hura di perkemahan, tidak ada satu pun yang berniat menjalankan ekspedisi. Hal ini membuat Cao Cao sangat marah, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini sekali lagi merupakan jalan buntu bagi Cao Cao untuk memberikan sumbangsih bagi negara. Maka Cao Cao akhirnya memutuskan untuk bertindak sendiri.
Tindakan heroik Cao Cao menyerang Dong Zhuo merupakan satu sisi kepahlawanan Cao Cao. Jadi Cao Cao tidak selalu adalah pahlawan licik. Waktu itu tidak ada orang yang seperti dia. Kalaupun ada, hanyalah ayah dari Sun Quan, yaitu Sun Jian. Namun strategi Sun Jian masih di bawah Cao Cao. Di dalam kurun waktu tahun 190 hingga tahun 200, Cao Cao melakukan beberapa hal yang menurut prof. Yi bisa dikategorikan sebagai kepahlawanan. Ada tiga hal besar yang dilakukan Cao Cao dalam 10 tahun tersebut:
- merancang wilayah kekuasaan
- merekrut prajurit
- menggarap pertanian(dengan sistem tun tian)
Ketiga hal di atas berhubungan dengan pemberontakan destar kuning. Cao Cao ketika didapuk menjadi pemimpin wilayah Yanzhou, ia berhasil menumpas pemberontakan destar kuning di wilayah itu. Pasukan destar kuning cukup unik, selain tentara, mereka juga membawa serta keluarga dan para petani. Maka oleh Cao Cao, mereka yang bisa berperang direkrut menjadi pasukan. Sedangkan rakyat sipil sisanya mau dikemanakan? Saat itu, salah satu penasehat Cao Cao, Mao Jie, memberikan sebuah usul yang sangat strategis. Usulan Mao Jie ini bahkan oleh prof. Yi dianggap sebagai “Long zhong dui”(rencana strategis Zhuge Liang) versi kubu Cao Cao. Mao Jie berkata, sekarang kondisi negara sedang kacau, ekonomi juga merosot, masyarakat tidak dapat hidup tenteram. Maka hal yang harus dilakukan pertama adalah mengamankan kaisar, lalu mengembangkan wilayah sendiri. Mao Jie mengerti bahwa untuk menjadi seorang penguasa yang berhasil, harus memenuhi dua syarat, yaitu keadilan dan kekuatan. Yang dimaksud dengan kekuatan, pertama adalah kekuatan dalam bidang ekonomi. Hanya dengan didukung oleh ekonomi yang kuat, barulah peperangan bisa berhasil. Maka pertanian haruslah digarap dengan baik. Kedua adalah kekuatan politik. Kekuatan politik ini bergantung pada keadilan, yang diperoleh dari mengamankan kaisar tadi. Cao Cao mendengar usulan Mao Jie, sangat gembira, menerima dengan senang hati dan langsung menjalankannya.
Tahun 196, Cao Cao memulai sistem tun tian. Karena perang berkepanjangan, banyak tanah yang tidak bertuan. Maka Cao Cao mengambil alih hak milik tanah tersebut sebagai milik pemerintah. Lalu sebagian diberikan kepada pasukannya untuk digarap, sebagian lagi diberikan kepada para petani/gelandangan yang tidak punya tanah untuk digarap. Peralatan pertanian serta sapi disediakan oleh pemerintah. Lalu prajurit dan petani itu membayar pajak sebesar 50-60% kepada pemerintah. Inilah yang dinamakan dengan sistem tun tian. Sebuah sistem yang luar biasa hebatnya. Cao Cao tidak perlu keluar modal, karena tanah yang dipakai adalah tanah tanpa pemilik. Alat pertanian dan sapi diambil dari milik pemberontak destar kuning. Kemudian Cao Cao bisa menetapkan pajak yang tinggi(50-60% waktu itu adalah pajak yang super besar). Namun demikian, bagi para prajurit dan petani, mereka sekarang bisa makan kenyang, pajak tinggi pun tidak masalah bagi mereka. Cao Cao berhasil menciptakan sebuah sistem yang menggabungkan militer dengan pertanian, yaitu prajurit yang mampu bercocok tanam sekaligus mampu berperang. Cao Cao sekaligus juga memecahkan masalah gelandangan.
Sistem tun tian mencerminkan kelihaian Cao Cao sebagai politikus. Ini berbeda dengan Yuan Shao dan Yuan Shu, yang tidak menggarap dengan baik-baik pertanian, hanya mengandalkan tanaman atau binatang liar untuk dimakan. Jika tanaman dan binatang itu habis, mereka mulai makan orang lain. Pasukan seperti ini tentu tidak punya kekuatan bertempur. Maka prof. Yi dengan tegas mengatakan, dibandingkan dengan mereka, bagaimana kita tidak bisa mengatakan Cao Cao memang adalah seorang pahlawan?
Lalu apa sajakah yang menyebabkan pemimpin besar seperti Yuan Shao dan Yuan Shu dua bersaudara, bahkan juga Dong Zhuo tidak berhasil? Apa kesalahan mereka? Dan bagaimana pula dengan Cao Cao menghadapi masalah tersebut? Ini akan dibahas di episode selanjutnya.