Di Tiongkok, arak memiliki sejarah lebih panjang dari teh. Tahun…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (37 – 非常君臣/Relasi Luar Biasa Raja dan Menteri)
Di episode sebelumnya telah dibahas bagaimana Zhuge Liang kini mengemban tugas berat yang diamanatkan Liu Bei kepadanya. Bagi Zhuge Liang, di satu sisi ini adalah kesempatan mewujudkan cita-cita dan aspirasi politiknya. Di sisi lain, ia harus menghadapi banyak kesulitan. Kita tahu Zhuge Liang adalah politisi yang sangat menonjol. Kini Zhuge Liang harus membereskan empat relasi besar: relasi raja-menteri, relasi antar rekan kerja, relasi dengan sekutu, relasi dengan musuh. Kita akan membicarakan bagaimana Zhuge Liang membereskan empat relasi ini. Yang pertama adalah relasinya dengan sang raja, Liu Shan.
Relasi Liu Shan dan Zhuge Liang adalah relasi yang tidak biasa. Liu Bei saat menitipkan Liu Shan kepada Zhuge Liang memberikan dua amanat. Pertama, ia meminta Liu Shan memperlakukan Zhuge Liang seperti ayah sendiri. Kedua, ia memberikan amanat kepada Zhuge Liang, bahwa jika Liu Shan tak lagi berguna, ia dapat mengganti Liu Shan. Pertanyaan pertama, apakah Liu Shan melaksanakan amanat Liu Bei ini?
Jawabannya iya. Bahkan lebih dari itu. Liu Shan memberikan Zhuge Liang (1) gelar yang tinggi, (2) hak pemerintahan khusus dengan mempunyai lembaga pemerintahan sendiri. Sistem ini dilakukan pertama kali oleh Cao Cao ketika ia menjadi perdana menteri. Ini kemudian dijalankan juga oleh Liu Shan saat memberikan hak istimewa kepada Zhuge Liang selaku perdana menteri. Mempunyai lembaga pemerintahan sendiri adalah suatu hal yang sangat penting. Ini masih akan kita bahas di episode mendatang. (3) kuasa memerintah Yizhou. Kita tahu wilayah Shu terutama memang adalah Yizhou. Zhuge Liang telah menjabat sebagai perdana menteri, masih mendapatkan lagi kuasa memimpin Yizhou, perlukah? Perlu. Secara geografis, memang kedua jabatan ini sama. Tetapi dilihat dari sudut pandang negara, ini adalah dua hal yang berbeda. Shu adalah sebuah dinasti. Yizhou adalah wilayah. Perdana menteri Shu adalah kekuasaan pusat, sedangkan pimpinan Yizhou adalah pejabat daerah. Maka memberikan jabatan gubernur Yizhou kepada Zhuge Liang berarti memberikan keseluruhan negara kepada Zhuge Liang. Bahkan Liu Shan juga menyerahkan semua urusan militer kepada Zhuge Liang. Dengan kata lain, Liu Shan hanya menjadi pimpinan secara simbolik saja.
Kedudukan Zhuge Liang di Shu dalam hal ini sama dengan kedudukan Cao Cao. Keduanya adalah perdana menteri, Cao Cao menjadi gubernur Jizhou, Zhuge Liang menjadi gubernur Yizhou. Keduanya adalah perdana menteri yang mempunyai lembaga pemerintahan sendiri. Jizhou dan Yizhou masing-masing adalah wilayah yang besar waktu itu. Bedanya hanyalah, gelar Cao Cao kebanyakan ia sematkan sendiri. Sedangkan gelar Zhuge Liang diberikan oleh dua raja Shu, yaitu Liu Bei dan Liu Shan.
Lalu, bagaimana perasaan Liu Shan sendiri?
Tidak senang.
Apakah ada buktinya? Ada. Menurut anotasi dari Pei Songzhu, setelah Zhuge Liang meninggal, seluruh negeri memohon untuk mendirikan kuil untuk mengenang Zhuge Liang. Permohonan ini tidak dikabulkan oleh istana. Pada akhirnya demi mengatur rakyat yang ingin menyembahyangi Zhuge Liang, istana terpaksa mendirikan kuil di depan makam Zhuge Liang. Terhadap hal ini, ada perdebatan. Ada orang berpendapat, Liu Shan tak mengizinkan berdirinya kuil Zhuge Liang, adalah karena sistem yang tidak memungkinkannya. Tetapi kita pun dapat mempertanyakan, di zaman itu, apakah sistem atau tatanan demikian masih penting? Misalnya, Liu Bei menghidupkan kembali sistem perdana menteri. Setelah Zhuge Liang meninggal, Liu Shan menghapus sistem ini. Setelah Zhuge Liang meninggal, Shu tak memiliki perdana menteri lagi. Lalu, kebijakan negara untuk menyerang Wei, yang dibuat oleh Zhuge Liang, juga dihapuskan oleh Liu Shan. Kebijakan-kebijakan yang begitu besar ini saja dapat dilanggar oleh Liu Shan, seharusnya jika Liu Shan memang menghormati Zhuge Liang, ia bisa dengan mudah melanggar juga sistem mengenai mendirikan kuil tadi. Tapi Liu Shan tak melakukannya.
Maka kita perlu menjelaskan mengapa Liu Shan tidak senang. Ada tiga hal. Pertama, Liu Shan sejak mulai menjabat diperkirakan tak pernah keluar dari istana. Sampai Zhuge Liang meninggal. Kedua, Liu Shan pernah ditegur oleh Zhuge Liang. Ini tercatat dalam memorial yang ditulis oleh Zhuge Liang (Chu Shi Biao), yang menyebut pemimpin yang rendah diri, dan tidak tepat dalam berbicara. Nada bicara Zhuge Liang di sini terlihat seperti orang dewasa yang memarahi anak kecil. Dan di dalam Chu Shi Biao yang pendek itu, prof. Yi menghitung ada sepuluh kali tercatat menyebut Liu Bei, menjelaskan bagaimana jasa Liu Bei, apa yang dilakukan Liu Bei dan sebagainya. Bukankah ini sama saja dengan seperti menasehati Liu Shan, “Lihat, ayahmu dulu begini begitu”. Bayangkan saja jika ada orang lain menegur Anda, dengan berkata, “Lihat, ayahmu dulu begini begitu lho.” Membandingkan Anda dengan ayah Anda. Tentu saja Liu Shan tak senang. Ketiga, Liu Shan sulit memerintah menurut kemauan diri sendiri. Menurut tradisi, jika kaisar sudah cukup dewasa, pemerintahan yang tadinya dititipkan, seharusnya dikembalikan kepada kaisar. Ini tidak terjadi dalam diri Liu Shan. Tak ada kemungkinan ia memerintah menurut diri sendiri.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa Zhuge Liang tidak melakukan ini? Mengapa ia tidak mengembalikan kekuasaan kepada Liu Shan? Jawaban yang biasa terlontar adalah, tentu saja, karena Liu Shan memang tak mampu. Ia tidak bisa apa-apa. Dan sebagainya. Adakah buktinya? Juga ada. Pertama, mudah percaya pada orang jahat. Ini terbukti setelah Zhuge Liang meninggal, Liu Shan terjerat tipu muslihat bawahannya yang jahat. Kedua, mudah menyerah. Ketiga, lupa membalas budi. Lupa apa? Lupa jasa Zhao Yun yang telah menyelamatkan dirinya ketika masih bayi. Ia tidak memberikan gelar anumerta kepada Zhao Yun. Baru setelah desakan dari Jiang Wei dan yang lainnya, Zhao Yun mendapatkan gelar. Keempat, tak punya hati. Ini terlihat saat setelah Liu Shan menyerah dan Shu musnah, ia diundang ke Luoyang dan dijamu oleh Sima Zhao. Sima Zhao menyuguhkan musik-musik khas Shu, tarian khas Shu. Saat itu, para bawahan Liu Shan semuanya menangis haru. Hanya Liu Shan yang masih bisa tertawa-tawa seolah tak terjadi apa-apa. Sampai-sampai Sima Zhao berkomentar, baru tahu bahwa orang yang tak punya hati, ternyata bisa sampai tingkat separah ini. Sima Zhao bertanya kepada Liu Shan, “Anda tidak rindu negara Shu?” Liu Shan menjawab, “Di sini begitu senang, tentu saya tidak rindu Shu.” Ini kemudian menjadi idiom 乐不思蜀 (le bu si shu) yang terkenal itu.
Meskipun demikian, keempat hal ini juga masih bisa diperdebatkan. Pertama, bukankah di sekeliling raja selalu ada bajingan? Selalu ada serigala berbulu domba? Bahkan di sisi Liu Bei pun ada. Banyak pakar berpendapat bahwa Fa Zheng adalah orang tersebut. Kedua, mudah menyerah. Bukankah Liu Zhang juga menyerah tanpa perlawanan? Apakah karena Liu Shan menyerah kepada Wei sehingga menjadi tidak benar? Ketiga, tidak memberikan gelar kepada Zhao Yun, sebenarnya juga bisa dibilang mewarisi perlakuan Liu Bei kepada Zhao Yun. Apalagi setelah desakan dari Jiang Wei dan yang lain, Liu Shan akhirnya toh memberikan gelar juga kepada Zhao Yun. Mengenai alasan keempat, memang sulit membantah Liu Shan orang yang tak berperasaan. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Liu Shan sebenarnya berpura-pura bodoh. Ingat, Liu Shan di Wei saat itu statusnya adalah tawanan. Dengan berpura-pura bodoh, semua orang tertawa-tawa, membuat dirinya tidak lagi terancam dibunuh oleh Sima Zhao. Tentu jika kita bandingkan dengan Sun Hao di Wu, yang juga menyerah, apa yang ditampilkan Liu Shan ini memang buruk. Sama seperti Liu Shan, Sun Hao juga menyerah dan diundang ke Luoyang. Waktu itu sudah bukan menyerah pada Wei lagi, tetapi kepada Jin. Kaisar Jin adalah Sima Yan. Begitu Sun Hao datang, Sima Yan langsung mempersilakan Sun Hao duduk, sambil berkata, “Silakan duduk, kursi ini sudah saya persiapkan sejak lama untuk Anda.” Sun Hao langsung menjawab, “Saya di selatan sana juga mempersiapkan kursi sejak lama untuk Anda.” Bukankah ini jawaban yang lebih patriotik daripada Liu Shan? Tetapi Sun Hao pada dasarnya adalah pemimpin yang kejam. Sebaliknya Liu Shan malah masih termasuk pemimpin yang welas asih.
Maka kita tidak semestinya menilai Liu Shan sedemikian rendah.
Menurut prof. Yi, sebenarnya Liu Shan sama sekali bukan sosok yang bodoh dan tak mampu. Bukti pertama, menjelang Liu Bei meninggal, Liu Bei memberikan dekrit kepada Liu Shan, di dalamnya tertulis komentar Zhuge Liang terhadap Liu Shan: “Sangat pintar”. Kalau memang Liu Shan bodoh, bukankah berarti Zhuge Liang berbohong? Tentu ada juga orang yang berpendapat, ini bohong dengan maksud baik. Untuk menyenangkan Liu Bei yang sedang kritis dan hampir meninggal. Tetapi, jika memang Liu Shan bodoh, maka Zhuge Liang rasanya juga tidak tepat menggunakan istilah “sangat pintar”. Ia bisa menggunakan kata-kata lain yang lebih tepat. Bukti kedua, setelah Zhuge Liang meninggal. Liu Shan langsung menghapuskan sistem perdana menteri. Lalu mengangkat Jiang Wan sebagai da sima, mengoordinasi pemerintahan merangkap militer. Dan mengangkat Fei Yi sebagai da jiangjun, mengoordinasi militer merangkap pemerintahan. Dengan kata lain, Liu Shan memecah jabatan dan tugas yang sebelumnya diemban oleh Zhuge Liang kepada dua orang. Dan melihat jabatan kedua orang ini, tampak bahwa mereka diatur saling seimbang satu sama lain. Bukankah ini suatu kebijakan politik yang jenius? Bahkan setelah Jiang Wan meninggal, Liu Shan langsung mengambil alih kuasa pemerintahan. Ini juga tidak nampak seperti keputusan seorang yang bodoh. Bukti ketiga, ketika daerah utara sedang bergejolak. Menurut gagasan Zhuge Liang, tentu ini saatnya melancarkan serangan ke utara. Saat itu, Liu Shan berkata kepada Jiang Wan, bahwa kesempatan telah tiba, seperti yang telah diamanatkan oleh mendiang perdana menteri. Tetapi, jangan tergesa-gesa. Lihat dulu apakah Wu juga bergerak. Jika Wu melancarkan serangan, barulah kita juga menyerang. Bukankah ini juga sebuah pemikiran yang pintar?
Liu Shan sama sekali tidak bodoh.
Lalu mengapa Zhuge Liang tidak mengembalikan kekuasaan kepada Liu Shan? Memang di awal, Liu Shan belum berpengalaman. Tetapi lama kelamaan, bukankah Liu Shan juga bisa berpengalaman? Dan jika tidak diberi kesempatan, Liu Shan tak akan pernah punya pengalaman. Seolah-olah Zhuge Liang mengekang Liu Shan, terlalu melindungi Liu Shan. Mengapa Zhuge Liang tidak memberi kesempatan kepada Liu Shan?
Kita hanya dapat menebak. Prof. Yi mengemukakan tiga tebakan. Pertama, Zhuge Liang ingin merestorasi sistem politik awal dinasti Han Barat. Apakah itu? Kaisar sebagai simbol pemersatu negara, dan tidak mengatur politik dan militer. Pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh perdana menteri, komandan agung, serta wakil perdana menteri (tiga pemimpin atau san gong). Mereka lah yang membuat kebijakan. Kaisar hanya menyetujui. Dengan kata lain, kaisar hanya sebagai stempel. Menurut Prof. Yi, sistem ini adalah sistem paling baik di sepanjang sejarah kekaisaran di Tiongkok. Mengapa? Karena ini adalah sistem yang memungkinkan akuntabilitas. Ini seperti kondisi perusahaan di masa kini. Perusahaan yang baik pasti ketua direksinya tidak ikut campur tangan urusan sehari-hari. Yang mengurusi adalah general managernya. Sehingga ada yang bisa dimintai tanggung jawab. Zhuge Liang dalam Chu Shi Biao juga menyebutkan hal yang sama, yaitu bila ada hal yang tidak beres, mohon kaisar meminta pertanggungjawaban kepadanya. Ini adalah sistem yang baik. Sayangnya, sistem ini tidak bertahan. Zhuge Liang sebagai seorang yang memiliki idealisme politik, apakah ia ingin mengembalikan sistem tersebut? Menurut Prof. Yi, ada kemungkinan tersebut.
Kedua, tugas yang diemban sangatlah berat. Ia tak berani melepasnya. Zhuge Liang menerima amanat yang sangat besar, sehingga tanggung jawab yang ia pikul juga sangat sangat berat. Ia tak berani melepas dan memberi kesempatan kepada anak muda seperti Liu Shan. Ketiga, kondisi internal Shu saat itu sedang kritis. Pemahaman umum melihat kondisi Shu kritis karena faktor eksternal, yaitu adanya ancaman Wei dan Wu, serta orang-orang bertalenta di Shu banyak yang telah meninggal. Namun sebenarnya, masih ada satu hal lain yang mengancam. Yaitu konflik internal. Masalah yang dihadapi Shu adalah konflik internal yang tak kunjung selesai. Dan justru karena hal inilah, Shu pada akhirnya harus hancur. Maka Zhuge Liang setelah menerima amanat berat dari Liu Bei, selain ia harus membereskan hubungannya dengan Liu Shan, ia juga harus membereskan relasi antar para pejabat di Shu, yang memiliki ambisi dan pandangan yang berbeda-beda. Ini juga yang mengakibatkan adanya konflik antara Zhuge Liang dan Li Yan, pejabat yang juga dititipi Liu Shan oleh Liu Bei.
Konflik apa yang sebenarnya terjadi? Nantikan di episode berikutnya.
Photo credit: kanegen on VisualHunt / CC BY
saya lebih tertarik cara fa zheng membesarkan shu ketimbang zgl. sayangnya fa zheng tutup mata terlalu cepat. andai tidak, kesalahan liu bei vs wu bisa dicegah, atau diminimalkan…
Benar. Salah satu hal yang melemahkan Shu adalah meninggalnya beberapa orang hebat yang terlalu cepat, yang seharusnya bisa mengangkat Shu.
Eps 40,41,dst nya min di tunggu
Silakan. Terima kasih sudah mampir.
Masih sabar menunggu kelanjutannya.