Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (42 – 无力回天/Tidak Berdaya)

Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (42 – 无力回天/Tidak Berdaya)

Sebenarnya, Wei selalu menempatkan Wu sebagai sasaran utama untuk dimusnahkan. Di kemudian hari barulah mereka mengubah kebijakan ini dan beralih pada Shu. Dihitung sejak Wei mulai mengerahkan pasukan, hingga hancurnya Shu, hanya membutuhkan waktu dua bulan. Mengapa Shu bisa musnah begitu cepat? Penjelasan dari sejarah umumnya memberikan empat penyebab: kebodohan Liu Shan, Huang Hao memainkan kekuasaan, Chen Zhi mengacaukan pemerintahan, Qiao Zhou mencelakakan negara.

Karena keterbatasan waktu, prof. Yi hanya akan membahas faktor keempat, Qiao Zhou mencelakakan negara.

Saat itu, Sima Zhao memerintahkan Deng Ai dan Zhong Hui masing-masing memimpin pasukan ke selatan untuk memusnahkan Shu. Mereka berangkat bulan 8 dari Luoyang. Bulan 10, pasukan Deng Ai sudah tiba di dekat Chengdu. Berita ini begitu tersebar di kalangan pejabat Shu, mereka semua ketakutan. Ini karena kasim yang dekat dengan Liu Shan telah membuat masalah sebelumnya. Satu tahun sebelum ini, Jiang Wei sudah menduga bahwa Wei mungkin akan menyerang Shu. Jiang Wei melaporkan hal ini kepada Liu Shan. Ia berharap Liu Shan mengirim Zhang Yi dan Liao Hua untuk menghadang. Surat dari Jiang Wei ini sampai di tangan Huang Hao si kasim itu. Huang Hao adalah orang yang percaya mistis. Ia meminta saran kepada ahli nujum. Ahli nujum berkata, tak mungkin Wei datang menyerang. Huang Hao menuruti perkataan itu, sehingga Liu Shan pun tidak mengirim pasukan pertahanan. Terbukti kemudian bahwa Jiang Wei benar, pasukan Wei datang menyerang. Semua menjadi ketakutan. Rakyat melarikan diri ke gunung-gunung.

Liu Shan mengumpulkan para pejabat untuk berunding. Muncul dua kubu. Dua kubu ini sama-sama mendukung untuk kabur saja. Kubu yang satu ingin kabur ke Wu. Kubu yang satu ingin kabur ke Nanzhong. Saat inilah, seorang pejabat kehormatan (jabatan yang tanpa kuasa sebenarnya) bernama Qiao Zhou berkata, kita tak boleh melarikan diri ke Wu. Mengapa? Alasannya sederhana saja. Sejak ada kaisar, apakah kaisar pernah pindah ke negara orang lain untuk menjadi kaisar di sana? Tidak pernah. Kaisar yang kabur ke negara orang lain, tentu hanya bisa menjadi bawahan kaisar di sana. Kalau hanya bisa menjadi bawahan, bukankah lebih baik menjadi bawahan di Wei, yang lebih besar dari Wu? Apalagi karena Wei lebih besar dari Wu, maka suatu saat nanti, Wu mungkin juga akan dikuasai oleh Wei. Jika menyerah pada Wu, maka waktu itu mereka akan menyerah lagi pada Wei. Jika menyerah merupakan tindakan yang memalukan, mengapa harus menyerah dua kali? Bukankah menyerah satu kali lebih baik? Lalu mengapa tidak melarikan diri ke Nanzhong? Menurut Qiao Zhou, kabur ke Nanzhong tidak dapat dilakukan, sebab perlu persiapan panjang.

Mendengar pendapat Qiao Zhou, ada suara yang bertanya, bagaimana bisa menyerah kepada Wei, sedangkan pasukan Deng Ai sudah tiba di gerbang Chengdu? Maukah mereka menerima kita menyerah?

Qiao Zhou menjawab, tentu mereka mau. Bagaimana bisa tak mau? Wu belum musnah. Wei pasti akan menggunakan kita sebagai teladan untuk Wu. Jika Wei tidak menerima, maka Qiao Zhou sanggup bertanggungjawab untuk pergi ke Luoyang menjelaskan semuanya.

Semua menjadi diam. Hanya Liu Shan yang masih bimbang. Liu Shan masih sulit menerima mereka harus menyerah. Namun Qiao Zhou bersikukuh bahwa Nanzhong (wilayah Meng Huo) tidak akan menerima mereka, sebab mereka selama ini harus membayar upeti ke Shu setelah ditaklukkan oleh Zhuge Liang. Mereka pasti tak mau membayar upeti lebih lagi.

Maka menyerahlah Liu Shan.

Bisa kita simpulkan bahwa takluknya Shu adalah karena kata-kata Qiao Zhou. Chen Shou menulis, Liu Shan dapat hidup tenang, rakyat hidup damai, adalah karena rencana Qiao Zhou. Tulisan yang positif tentang Qiao Zhou. Namun banyak sejarawan yang menghina Qiao Zhou sebagai pengkhianat penjual negara. Betapa Liu Bei dan Zhuge Liang bersusah payah mati-matian membangun negara, akhirnya musnah hanya dengan sepatah ucapan.

Siapakah Qiao Zhou?

Ia adalah orang yang sangat terpelajar. Tentu di sini akan ada orang yang memprotes bahwa orang yang terpelajar belum tentu berkarakter baik. Memang benar, ada orang yang pintar tapi hatinya busuk. Tetapi masalahnya, di dalam Records of the Three Kingdoms, sama sekali tidak ada catatan buruk tentang Qiao Zhou. Justru sebaliknya. Misalnya dicatat Qiao Zhou hidup sangat miskin, namun ini tidak menyurutkan semangat Qiao Zhou untuk belajar, ia tetap belajar dengan gembira.

Qiao Zhou juga adalah orang yang sangat menghormati Zhuge Liang. Begitu berita duka meninggalnya Zhuge Liang sampai ke Chengdu. Qiao Zhou adalah orang pertama yang langsung berangkat ke Hanzhong untuk melayat. Setelah Qiao Zhou berangkat, Liu Shan mengeluarkan perintah melarang semua pergi ke Hanzhong untuk melayat, sehingga tak ada lagi yang pergi. Hanya Qiao Zhou yang pergi. Bukankah ini pahlawan menghargai pahlawan? Jika Zhuge Liang adalah seorang gentleman, tentu tak akan ada orang berhati busuk yang memuja dia bukan?

Setelah Zhuge Liang meninggal, Liu Shan mulai tak bisa mengendalikan dirinya. Ia hendak membangun istana, menambah hiburan musik dan tari, dan hendak bepergian pelesir. Tak ada lagi yang mengendalikan dia. Qiao Zhou lah yang kali ini menasehati Liu Shan untuk jangan melakukan itu semua. Apakah ini menunjukkan Qiao Zhou seorang berhati busuk? Tentu tidak.

Paling tidak, tak ada bukti apa pun yang menunjukkan Qiao Zhou berhati busuk.

Ini berlawanan dengan logika kita yang umumnya menyimpulkan seorang yang menjual negara pastilah bukan orang baik.

Lalu bagaimana? Seorang yang bukan orang jahat, namun menjual Shu? Bagaimana ini bisa dijelaskan?

Menurut prof. Yi, hanya ada satu penjelasan: Negara Shu memang harus musnah.

Atau paling tidak, menurut Qiao Zhou, Shu sudah semestinya musnah.

Bahkan dari dulu sudah harus musnah.

Mengapa?

Di masa Tiga Negara, selain negara, masih ada tianxia. Ini dua hal yang berbeda. Konsep negara di waktu itu berbeda dengan konsep negara sekarang. Tianxia lebih tinggi dari negara. Dan tianxia harus satu. Jika sebuah negara menghalangi bersatunya tianxia, maka negara itu harus musnah. Harus memberi jalan kepada negara yang dapat menyatukan tianxia.

Inilah pemikiran Qiao Zhou.

Apakah ada buktinya? Ada. Bahkan kita bisa menunjukkan sumber pemikiran Qiao Zhou ini. Dari Du Qiong. Siapa Du Qiong? Du Qiong juga adalah cendekiawan di Yizhou. Suatu ketika, Qiao Zhou bertanya kepada Du Qiong, siapa yang akan menggantikan dinasti Han? Du Qiong menjawab, Wei. Qiao Zhou tak mengerti, mengapa bisa Wei? Du Qiong menjawab, Wei adalah que. Que adalah dua bangunan tinggi besar yang ada di gerbang istana. Que juga disebut weique, juga disebut xiangwei. Qiao Zhou masih tak mengerti. Du Qiong menyambung, sebelum dinasti Han, adakah pejabat yang bermarga Cao? Qiao Zhou menjawab, tidak ada. Lalu bagaimana setelah dinasti Han? Bukankah pejabat istana semua bermarga Cao? Di sini perlu ada sedikit penjelasan. Pada dinasti Han, istana kaisar disebut gong. Istana perdana menteri disebut fu. Di bawah gong, ada banyak lembaga pemerintahan, disebut shang. Di bawah fu, juga ada banyak departemen, disebut cao. Di dalam cao, ada beberapa jabatan seperti caoyuan, shucao, shicao. Du Qiong bertanya, masihkah engkau tidak mengerti? Qiao Zhou akhirnya sadar. Bangunan tinggi besar itu adalah Wei, dan yang menjadi pejabat adalah Cao. Cao Wei. Yang sanggup menyatukan tianxia adalah Cao Wei.

Sejak itu, Qiao Zhou menyebarkan hal ini ke orang lain. Bahkan ia menambahkan hal lain. Nama pendiri Shu adalah Bei (dari Liu Bei). Apa arti bei? Memiliki. Apa artinya? Sudah cukup. Siapa nama raja kita sekarang? Shan (dari Liu Shan). Apa artinya? Shanrang. Apa itu? Mengalah.

Inilah sebab Qiao Zhou setuju untuk menyerah. Dengan kata lain, Qiao Zhou menyarankan Liu Shan menyerah adalah bukan masalah moral, melainkan masalah pendirian politik. Pendirian politik Qiao Zhou sudah berpijak pada Wei.

Memang, ucapan Du Qiong dan Qiao Zhou ini seolah seperti mencocok-cocokan saja, seperti tukang ramal yang main mencocokkan kata. Tapi kita harus tahu, di zaman itu sains dan teknologi tidak seperti era kita sekarang.

Pertanyaan lebih jauh yang perlu ditanyakan adalah, mengapa mereka sampai bisa berpikiran seperti itu terhadap Shu?

Mengapa sampai menciptakan permainan kata semacam itu untuk menjelekkan Shu?

(1) Pembagian imbal jasa yang tidak merata

Kita sudah membahas sebelumnya bahwa pemerintahan Shu disusun dari tiga kubu. Yang paling atas adalah kelompok Jingzhou, yang tengah adalah kelompok Dongzhou, yang paling bawah adalah kelompok Yizhou. Du Qiong dan Qiao Zhou keduanya adalah orang Yizhou. Di dalam pemerintahan Shu, kelompok mereka berada di pinggiran. Bukan yang paling utama. Tentu saja mereka tidak puas. Dalam hal ini kita tahu Zhuge Liang sudah berusaha sangat keras. Dia tahu ada masalah seperti ini. Dia sebisa mungkin juga memilih orang-orang dari kelompok Yizhou untuk diberikan posisi penting. Tentu Zhuge Liang punya standar untuk pemilihan ini. Yang pertama, harus setia pada dinasti Han, kedua harus mengutamakan kepentingan umum, ketiga harus benar-benar punya talenta. Dia juga tidak mau hanya demi mengakomodasi kelompok Yizhou, maka memilih sembarangan orang. Contoh orang yang dipilih Zhuge Liang, misalnya Yang Hong, yang diberi posisi gubernur. Demikian juga He Zhi. Zhuge Liang sekuat tenaga menyeimbangkan konflik internal ini. Ia berharap ketiga kubu ini bisa bersatu. Namun Zhuge Liang tak mampu mengubah garis dasar yang ditetapkan Liu Bei, yaitu kelompok Jingzhou yang utama, Dongzhou kedua, Yizhou ketiga. Zhuge Liang juga tak mampu benar-benar menghapuskan kekuatiran dan rasa curiga dari kelompok Yizhou. Kelompok Yizhou paham benar, ada satu ‘kue’ besar yang dibagi-bagi di sini. Liu Yan datang membawa kelompok Dongzhou, mengambil bagian ‘kue’ kelompok Yizhou ini. Lalu Liu Bei datang, dan memotong lagi bagian ‘kue’ mereka. Bagian mereka pun jadi lebih kecil lagi. Saat Liu Zhang memimpin Yizhou, kelompok Yizhou ini berada di kelas kedua. Setelah Liu Bei datang, mereka berada di kelas ketiga. Apakah mereka bisa puas? Tentu tidak. Mereka berharap Wei kali ini yang akan membebaskan mereka. Mungkin ada orang yang berkata, bukankah dengan datangnya Wei, kelompok ini malah akan berada di kelas empat? Tidak demikian. Liu Yan dan Liu Bei setelah tiba di Yizhou, mereka tidak pergi, mereka membagi ‘kue’ di situ. Sedangkan Wei lain. Wei ingin memperoleh tianxia. Wei tidak akan ikut-ikut mengambil bagian ‘kue’ itu. Dan kenyataannya setelah Shu takluk, Sima Zhao langsung memerintahkan untuk memindahkan kelompok Jingzhou dan kelompok Dongzhou dari Yizhou ke pusat. Dan ‘kue’ ini pun sepenuhnya diberikan kepada kelompok Yizhou. Benar-benar memperlakukan ‘orang Shu memerintah Shu’.

Jelaslah mereka menaruh harapan pada Wei. Berharap pula Shu segera musnah.

(2) Pemerintahan di Shu terlalu ketat

Kita tahu Zhuge Liang menjalankan prinsip memerintah dengan hukum. Hukum benar-benar dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan ketat. Ada catatan yang menulis bahwa ini menimbulkan keluhan dari orang-orang. Namun Chen Shou mencatat, meskipun hukum dijalankan dengan ketat, namun tidak ada yang mengeluh. Yang mana yang benar? Menurut prof. Yi, dua-duanya. Masyarakat mengeluh sekaligus tidak mengeluh. Mengapa? Tulisan Chen Shou masih ada lanjutannya, yaitu, hukum dijalankan dengan ketat, dan dijalankan dengan adil. Hukum mengikat semua orang tanpa pandang bulu. Tak ada yang bisa lolos. Siapa pun juga, termasuk Zhuge Liang sendiri. Maka dalam hal ini, tentu tidak ada yang protes, tak ada yang mengeluh, karena hukumnya memang adil. Tapi ini tidak berarti semua suka cara ketat seperti ini. Masyarakat ingin ada kelonggaran. Di sinilah timbul keluhan. Mereka tidak mengeluh karena hukum memang adil, tetapi mengeluh karena hukum terlalu ketat.

(3) Terlalu banyak urusan militer

Qiao Zhou pernah menulis tentang bagaimana kondisi Shu. Apakah Shu sanggup menyatukan tianxia? Qiao Zhou menulis, tianxia sekarang ini bukanlah seperti akhir dinasti Qin, melainkan seperti masa Negara Berperang. Maka Shu harus belajar menjadi Raja Wen dari Zhou (Zhou Wen Wang), bukan menjadi Kaisar Gaozu dari Han (Han Gao Zu). Maksudnya adalah, Shu tidak mungkin bisa mengandalkan kekuatan militer untuk menyatukan tianxia. Qiao Zhou terang-terangan menulis, Shu tidak bisa terus-terusan memerah rakyat untuk urusan militer. Ia menyatakan sikap oposisi secara terang-terangan kepada Zhuge Liang. Namun anehnya, tidak ada hukuman untuk Qiao Zhou. Qiao Zhou malah naik pangkat. Ini menandakan bahwa pandangan Qiao Zhou ini banyak yang mendukung.

(4) Rakyat sangat menderita

Di Records of the Three Kingdoms di bagian biografi Qiao Zhou ditulis, karena Shu terus-terusan berperang, maka rakyat hidup menderita. Kita semua tahu, perang memerlukan dana besar. Tanpa bahan makanan yang cukup, tidak mungkin bisa berangkat perang. Dari manakah uang untuk mendukung perang ini? Sudah tentu dari rakyat. Ketika Liu Shan menyerah dan menyerahkan data penduduk Shu, dicatat ada 280.000 keluarga di Shu, dengan 940.000 jumlah penduduk, 102.000 prajurit, 40.000 pejabat. Apa makna dari angka-angka ini? Di sini terlihat bahwa 9 orang rakyat Shu harus menghidupi 1 orang tentara. Dan 9 orang ini termasuk anak-anak, orang tua dan wanita. Tujuh keluarga harus menghidupi satu orang pejabat. Bukankah ini beban yang sangat berat?

Namun di sini kita perlu menggarisbawahi, ketika Zhuge Liang masih hidup, dengan keteladanan hidupnya, seluruh pejabat di Shu pada dasarnya hidup jujur tanpa korupsi.

Tetapi pemikiran rakyat tentu berbeda dengan pikiran pejabat. Rakyat tidak peduli apakah pejabat hidup mewah atau sederhana. Yang dipikirkan rakyat adalah apakah bisa makan dan hidup cukup. Jadi meskipun pejabat hidup sehemat dan sesederhana apa pun, jika rakyat tidak dapat makan kenyang, rakyat tetap akan keberatan. Ini semua sudah dilihat oleh orang di negara tetangga. Di negara Wu ada seorang bernama Xue Xu, pernah menjadi utusan ke negara Shu. Saat ia pulang ke Wu, ia lapor kepada Sun Xiu, negara Shu tak akan bertahan lama. Ketika Xue Xu berada di istana Shu, ia tidak mendengar suara kebenaran. Ketika ia berada di masyarakat, ia melihat rakyat kelaparan. Selain Xue Xu, seorang bernama Zhang Ti, juga dari Wu, sudah berani menyimpulkan Shu akan musnah ketika Deng Ai dan Zhong Hui berangkat. Ini yang disebut sebagai pepatah pang guan zhe qing (pengamat selalu lebih jeli). Orang Wu dapat melihat jelas kondisi Shu.

Mereka berani menyimpulkan Shu musnah. Dan memang benar, Shu akhirnya musnah.

Lalu bagaimana dengan Wu sendiri? Nantikan episode berikutnya.

sumber gambar: https://www.sohu.com/a/405290472_353840

There are 4 comments for this article
  1. S Wu at 5:53 pm

    Penasaran dengan alasan Chen Zhi karena gak begitu banyak yang tau sama dengan Qiao Zhou, umumnya orang menyalahkan kedua orang Liu Shan dan Huang Hao tapi memang betul di kondisi seperti San Guo lebih penting tianxia, sayang saja dinasti pengganti nya juga kacau juga ga lama setelah itu, memang sudah nasib sepertinya China masa itu sampe Sui bakal chaos terus menerus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *