Kata “Tiongkok” dewasa ini sudah sangat jelas artinya. Namun di…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (50 – 历史插曲/Intermezzo Sejarah)
Pada episode sebelumnya kita telah membicarakan kelas penguasa di Dinasti Wei, Jin dan Utara Selatan yang adalah kelas tuan tanah Shi. Era ini adalah keniscayaan sejarah. Sedangkan Tiga Negara adalah sebuah intermezzo dalam masa peralihan dari kelas tuan tanah aristokrat menjadi kelas tuan tanah shi. Jadi bagaimana kita menilai era ini?
Ada dua pilihan.
Pertama, melakukan kritik moral. Melaksanakan kritik moral adalah pandangan sejarah dari banyak orang umumnya. Mereka selalu mengategorikan peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh sejarah sebagai orang baik atau buruk; orang yang setia ataukah licik. Pandangan semacam ini sangat simpel. Sama ketika kita masih kecil kita menonton film, ketika seorang tokoh muncul, kita bertanya kepada ayah ibu kita, tokoh itu lakonnya atau musuhnya? Kategori yang sangat sederhana. Tetapi kadang kenyataan tidak sesederhana itu.
Misalnya Tiga Negara.
Kalau kita hendak melakukan kritik moral, dengan kategori tokoh baik atau jahat, maka Lu Su masuk di kategori mana? Lu Su orang yang setia atau orang yang licik? Tokoh baik atau jahat? Kita mungkin berkata, Lu Su tentu orang setia. Tak ada orang menganggap Lu Su sebagai orang licik. Tetapi, justru Lu Su adalah orang pertama yang mengucapkan, Dinasti Han tak dapat dipulihkan. Dia orang yang paling awal ‘mengkhianati’ dinasti Han. Lebih awal dari Cao Cao. Maka Lu Su kategori orang setia atau licik? Cao Cao karena ‘mengkhianati’ dinasti Han, dianggap sebagai orang licik, mengapa Lu Su yang menolak dinasti Han tidak dikategorikan orang licik?
Contoh lain, Xun Yu termasuk orang baik atau buruk? Semua orang akan berkata, Xun Yu tentu orang baik, gentleman. Moral Xun Yu yang tinggi tidak diragukan lagi. Tetapi mengapa Xun Yu menjadi pengikut orang yang licik? Bukankah Cao Cao dianggap sebagai orang licik atau bahkan penjahat? Xun Yu seorang yang lurus dan bersih, mengapa mengikuti orang yang licik, kejam, penuh tipu muslihat, dan pengkhianat Han? Bagaimana kita menjelaskan ini?
Contoh lain lagi, bagaimana kita menjelaskan tiga pertempuran besar di era Tiga Negara? Kita tahu bahwa Tiga Negara terdiri dari tiga babak, yang diwakili tiga pertempuran ini. Pertama, perang Guandu, adalah perang kelompok warlord melawan kelompok shi. Kedua, perang Chibi, adalah perlawanan selatan terhadap utara. Ketiga, perang Yiling, adalah pembagian tianxia menjadi tiga. Di antara tiga perang ini, ada satu kesamaan. Yaitu, siapa yang memulai, dia yang kalah. Perang Guandu, Yuan Shao yang memulai, Yuan Shao kalah. Perang Chibi, Cao Cao yang memulai, Cao Cao kalah. Perang Yiling, Liu Bei yang memulai, Liu Bei kalah. Kalau kita hendak melakukan kritik moral, bagaimana caranya? Kalau kita menganggap Cao Cao jahat, lalu Cao Cao berhasil mengalahkan Yuan Shao, bukankah berarti yang jahat mengalahkan yang baik? Jika Liu Bei adalah orang baik, mengapa ia kalah di perang Yiling? Bahkan yang mengalahkan Liu Bei, yaitu Lu Xun, pun tidak dapat dianggap sebagai orang jahat.
Maka pilihan pertama ini sulit dijalankan. Kita hanya dapat melakukan pilihan kedua, yaitu analisis secara ilmiah.
Kita harus memiliki pandangan sejarah yang ilmiah. Bagaimana kondisi dan situasi pada akhir dinasti Han? Pemerintahan yang lama telah musnah, pemerintahan yang baru belum terbentuk. Sehingga, yang perlu dilakukan adalah menata ulang orde, kembali kepada persatuan. Hanya dengan kembali bersatu, tianxia dapat damai kembali. Masyarakat barulah dapat menjalani hidup dengan tenang. Apalagi Tiongkok adalah negara agraris, dan bidang agraris paling memerlukan ketenangan. Pertanian waktu itu sangat tergantung dengan berjalannya waktu dari musim ke musim. Jika peperangan terjadi, siklus pertanian akan terganggu. Maka jelas, rakyat cenderung ingin negara bersatu.
Dengan demikian, maka kita akan lebih mudah memberikan penilaian. Bagaimana menilainya?
Siapa yang dapat menyatukan negara, dialah pahlawannya.
Siapa yang berupaya, berkontribusi, memberikan sumbangsih atas bergeraknya zaman menuju tianxia yang bersatu, dialah sang pahlawan.
Siapa dia?
Pertama, Cao Cao.
Jika Cao Cao tidak menyatukan daerah utara, dan memberikan fondasi bagi bersatunya negara di bawah dinasti Jin, maka kita akan sulit membayangkan apa yang akan terjadi. Betapa sengsaranya masyarakat jika kondisi perpecahan berlarut terus.
Kedua, Sun Quan dan Liu Bei.
Sun Quan menyatukan Jiangdong. Liu Bei menyatukan sebagian Jingzhou, serta Yizhou.
Dengan kata lain, masing-masing dari tiga negara berkontribusi bagi bersatunya tianxia.
Tetapi di sini masalah pun muncul. Karena masing-masing berkontribusi, maka masing-masing merasa diri sendirilah yang seharusnya menyatukan tianxia. Akibatnya terjadilah era perseteruan yaitu Tiga Negara.
Sekarang kita dapat menganalisis orang-orang di era itu.
Cao Cao dan Xun Yu
Misalnya, Xun Yu.
Xun Yu adalah orang yang sangat penting di zaman Tiga Negara. Ia penting bukan saja karena sangat berjasa membantu Cao Cao menyatukan daerah utara, melainkan penting karena identitasnya.
Xun Yu adalah shizu. Ia termasuk kelas tuan tanah shizu. Ia juga seorang shi yang terkenal.
Yang lalu kita sudah membahas bahwa pemerintahan yang hendak dibangun oleh Cao Cao adalah pemerintahan non-shizu. Cao Cao anti terhadap shizu. Lalu bagaimana Cao Cao bisa bekerjasama dengan Xun Yu?
Xun Yu meninggalkan Yuan Shao untuk bergabung dengan Cao Cao. Padahal waktu itu kekuasaan Yuan Shao lebih besar. Ibaratnya, Xun Yu adalah pegawai dari gubernur Yuan Shao, tetapi Xun Yu memilih menjadi bawahan dari walikota Cao Cao. Mengapa ia sampai rela menurunkan jabatannya sendiri? Menurut catatan Records of the Three Kingdoms, karena Xun Yu melihat Yuan Shao tidak mampu mewujudkan hal besar. “Hal besar” apakah yang diinginkan Xun Yu?
Sama dengan Zhuge Liang, yaitu merestorasi Dinasti Han.
Lalu mengapa Xun Yu bergabung dengan Cao Cao? Karena, untuk membasmi setan, perlu Zhong Kui (pemburu setan dalam mitologi Tiongkok). Dalam pandangan Xun Yu, saat itu “setan” terlalu banyak, dan menurutnya, Cao Cao adalah “Zhong Kui”. Cita-cita Xun Yu adalah, setelah Cao Cao membasmi semua “setan” itu, maka kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke kaisar Han.
Xun Yu sama sekali tidak mengira bahwa si Zhong Kui dalam prosesnya membasmi setan pun akhirnya menjadi setan.
Maka akhirnya Xun Yu dengan sakit hati meninggalkan Cao Cao.
Baik Xun Yu maupun Cao Cao adalah orang yang memiliki idealisme sendiri-sendiri. Cita-cita mereka bentrok satu sama lain.
Dua-duanya sama-sama ingin menyatukan tianxia, tetapi Xun Yu ingin tianxia kembali pada dinasti Han, sedangkan Cao Cao ingin mendirikan dinasti yang baru. Akhirnya konflik ini berakhir tragis.
Bagaimana dengan Sun Quan dan Lu Su?
Sun Quan dan Lu Su
Lu Su adalah orang yang paling awal memahami kondisi di era Tiga Negara. Ketika Cao Cao dan Yuan Shao baru saja selesai berperang di Guandu, saat orang-orang belum mengerti kondisi akan seperti apa, saat ini Lu Su pergi menemui Sun Quan dan berkata, “Dinasti Han tidak dapat dipulihkan lagi, dan Cao Cao tidak dapat dikalahkan dengan cepat.” Kita tahu bahwa tujuh tahun kemudian, ketika Liu Bei dan Zhuge Liang berdialog di Longzhong, mereka bahkan masih membahas tentang merestorasi dinasti Han. Ini menunjukkan betapa jauhnya pandangan Lu Su ke depan. Apa maksudnya dinasti Han tidak dapat dipulihkan? Maksudnya adalah Sun Quan dapat membangun kekuasaan. Dan negara niscaya akan terbagi menjadi tiga. Dan Lu Su pun menyampaikan tiga negara versinya, yaitu Cao Cao, Sun Quan dan Liu Biao. Dengan demikian juga, selatan melawan utara menjadi keniscayaan. Sehingga, bergabung dengan Liu Bei untuk melawan Cao Cao pun juga menjadi keharusan. Inilah makna yang hendak disampaikan Lu Su.
Maka prof. Yi yakin, Sun Quan saat menjelang perang Chibi akhirnya memutuskan menjalin aliansi dengan Liu Bei, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh tujuh tahun sebelumnya Lu Su sudah pernah menjelaskan kondisi saat itu. Sun Quan sudah paham bahwa ini adalah jalan satu-satunya yang harus dtempuh.
Aliansi Sun Quan dan Liu Bei, keberhasilan dalam perang Chibi, yang berjasa paling awal adalah Lu Su.
Lu Su juga beruntung bertemu Sun Quan. Berbeda dengan Cao Cao dan Xun Yu yang sama-sama punya cita-cita namun cita-cita berbeda sehingga terjadi konflik, Sun Quan dan Lu Su sama-sama tidak punya cita-cita. Mereka tidak punya cita-cita, mereka hanya punya target. Apa targetnya? Menjadi kaisar. Untuk menjadi kaisar, tentu harus punya wilayah kekuasaan, dalam hal ini Jiangdong. Maka mereka harus mengokohkan kekuasaan di Jiangdong, menjalin aliansi dengan Liu Bei, melakukan Jiangdongisasi seperti yang dibahas sebelumnya. Ini semua jelas dan berhubungan satu sama lain.
Maka Sun Quan tidak peduli dinasti Han mau pulih atau tidak. Sun Quan tidak peduli Cao Cao orang baik atau jahat. Sun Quan juga tidak peduli bentuk pemerintahan. Entah itu kelas tuan tanah shizu, maupun kelas tuan tanah non-shizu, ia tak peduli. Sun Quan hanya peduli satu hal, marganya Sun atau bukan.
Sun Quan dan Lu Su memiliki pandangan yang sama. Namun sayangnya Lu Su tidak mendapatkan penilaian yang tinggi dari Sun Quan. Ketika Sun Quan kepada Lu Xun menilai Zhou Yu, Lu Su dan Lü Meng, ia memberikan penilaian tertinggi kepada Zhou Yu. Mengapa Lu Su tidak diberi nilai tinggi? Karena Sun Quan menganggap Lu Su tidak seharusnya menyuruhnya meminjam Jingzhou. Padahal ini menunjukkan sifat realitis Lu Su, yang waktu itu berpikir perlu menjalin aliansi dengan Liu Bei.
Liu Bei dan Zhuge Liang
Bagaimana hubungan Liu Bei dan Zhuge Liang?
Menurut prof. Yi, “halus dan rumit”.
Bukankah seharusnya “bagai ikan mendapatkan air” seperti yang dikatakan banyak orang? Menurut prof. Yi, sedikit seperti itu, namun tidak banyak.
“Bagai ikan mendapat air” hanya terjadi setelah dialog Longzhong. Namun setelah perang Chibi, ada perubahan yang terjadi.
Mengapa?
Karena Zhuge Liang adalah seorang yang punya idealisme, cita-cita. Sedangkan Liu Bei memiliki ambisi.
Cao Cao memiliki idealisme, tapi tidak punya rencana terperinci. Zhuge Liang memiliki idealisme sekaligus rencana terperinci. Ini sudah jelas lewat dialog Longzhong. Dan Zhuge Liang sepenuh hati mewujudkan rencananya itu dan ia melakukannya dengan sangat baik.
Sun Quan hanya memiliki target.
Liu Bei lain, ia memiliki ambisi. Ingin menjalankan keadilan di tianxia ini.
Sebenarnya sebelum bertemu Zhuge Liang, Liu Bei juga tidak jelas ingin berbuat apa. Ia hanya tahu ia harus memberikan sumbangsih untuk negara. Liu Bei tidak punya target, juga tidak punya rencana terperinci. Siapa yang memberinya rencana? Zhuge Liang. Dialog Longzhong membuka mata Liu Bei.
Setelah perang Chibi, Zhuge Liang diberi tugas di balik layar. Mengurusi perlengkapan, logistik, keuangan dan sebagainya. Yang benar-benar ikut bersama Liu Bei merebut tianxia, adalah orang lain.
Masuk ke Shu, yang dibawa oleh Liu Bei adalah Pang Tong. Masuk ke Hanzhong, yang dibawa adalah Fa Zheng.
Mengapa tidak membawa Zhuge Liang?
Muncul banyak penjelasan. Yang umum adalah menganggap pekerjaan Zhuge Liang lebih penting. Mengurusi logistik, bahan makan, lebih penting dan harus lebih dahulu sebelum pasukan bergerak. Ini seperti dulu ketika Liu Bang berhasil, ia menyebut yang berjasa adalah Xiao He, di mana Xiao He seperti Zhuge Liang mengurusi pasokan dan logistik. Laksana berburu, anjing pemburu mengejar rusa buruan, tapi yang berjasa tentu bukan si anjing, melainkan pemburu. Liu Bang berkata, kalian yang ikut perang dengan saya seperti anjing itu, tetapi Xiao He pemburunya.
Dari sisi ini, memang Zhuge Liang berjasa, dan dia bukan anjing pemburu.
Tetapi menurut prof. Yi, masih ada alasan lain, yaitu Zhuge Liang terlalu lurus. Zhuge Liang memegang teguh prinsip.
Jauh berbeda dengan orang seperti Pang Tong dan Fa Zheng.
Ketika Liu Bei masuk ke Shu merebut wilayah Liu Zhang, bukankah ini hal yang sebenarnya tidak bermoral? Sama-sama marga Liu, dimintai tolong, malah merebut rumah orang. Apa kata Pang Tong? “Rumah dia itu kan tidak bisa dia lindungi sendiri, kalau kita tidak ambil, pasti diambil Cao Cao. Lalu, kalau kita sudah mendapat Yizhou, kita beri saja Liu Zhang gelar pejabat, bukankah sudah beres?” Omongan macam apa ini? Ibaratnya kita diundang bertamu ke rumah mewah orang lain, lalu kita malah mengambil rumah itu dan mempersilakan tuan rumah tinggal di satu kamar di dalamnya. Hal seperti ini pasti akan ditolak oleh Zhuge Liang.
Namun kondisi seperti itu perlu orang seperti Pang Tong. Apa boleh buat.
Fa Zheng malah lebih parah. Fa Zheng adalah bawahan Liu Zhang. Dia malah mempersilakan tamu untuk merebut rumah tuannya sendiri.
Tapi Liu Bei perlu orang-orang seperti itu. Karena kalau tidak, ia tak dapat memperoleh wilayah.
Ketika Guan Yu menyerang Xiangfan, Zhuge Liang pun tidak berbicara apa-apa. Kita tak tahu apakah Zhuge Liang menyetujuinya.
Sampai ketika Liu Bei melancarkan perang Yiling, Zhuge Liang setuju atau tidak?
Kita hanya tahu Zhuge Liang terakhir mengucapkan satu kalimat, “Jika Fa Zheng masih ada, alangkah baiknya, Fa Zheng pasti dapat mencegah yang mulia melancarkan perang ini.”
Mari kita pikirkan, selama masa-masa ini, Zhuge Liang berada dalam kondisi apa.
Dalam hidup Zhuge Liang sebenarnya masih ada banyak hal yang merupakan teka-teki yang tak terjawab. Teka-teki apa sajakah itu? Kita nantikan di episode berikutnya.