Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (12 – 天下归心/Seluruh negeri berpadu mendukung pemimpin baru)

Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (12 - 天下归心/Seluruh negeri berpadu mendukung pemimpin baru)

Guo JiaGuo Jia sebelum meninggalkan Yuan Shao untuk bergabung dengan Cao Cao, pernah melontarkan satu perkataan, yang menurut Prof. Yi, perkataan ini mengandung tiga lapisan makna, yakni: (1) Seorang yang bijak, apalagi yang hendak menjadi seorang penasehat, harus bisa memilih pemimpin yang baik. Jika salah memilih pemimpin, keahlian orang itu mungkin akan sia-sia, tidak terpakai. (2) Yuan Shao bukanlah pemimpin yang baik. Guo Jia berkata, sebetulnya Yuan Shao secara permukaan sudah seperti Zhou Gong, yakni dalam hal mengagumi orang yang berbakat. Zhou Gong begitu mengagumi orang berbakat, sehingga saat ia mencuci rambutnya, ia rela tidak mencuci hingga selesai, langsung sambil memegang rambut pergi menyambut orang berbakat yang datang menemuinya. Saat ia makan, ia rela memuntahkan kembali makanannya jika ada orang berbakat yang datang berkunjung. Menurut Guo Jia, Yuan Shao sudah seperti ini, namun sayangnya Yuan Shao belum memahami esensi dari sikap Zhou Gong ini. (3) Meski Guo Jia tidak menyatakan secara eksplisit, namun kita bisa menerka, bahwa secara implisit ia berkata bahwa Cao Cao adalah pemimpin yang baik.

Lalu di manakah tercermin bahwa Cao Cao adalah pemimpin yang baik? Dalam beberapa hal, yakni: (1) Memakai orang sesuai dengan kemampuan orang itu, memberikan posisi sesuai kemampuannya. Poin ini masih bisa dijabarkan lagi, yaitu: a) tahu orang yang manakah yang berbakat, b) tahu orang ini berbakat dalam hal apa, dan c) tahu menempatkan orang ini dalam posisi yang paling tepat. Misalnya Cui Yan dan Mao Jie. Mereka adalah orang-orang yang lurus dan jujur. Maka Cao Cao menempatkan mereka pada posisi manajemen personalia, yaitu bertugas menyeleksi pejabat. Dan memang kenyataannya, hasil rekomendasi kedua orang ini adalah para sumber daya manusia yang berkualitas. Contoh lain, Zao Zhi dan Ren Jun. Kedua orang ini adalah pekerja keras. Maka Cao Cao menugaskan mereka mengatur sistem pertanian tuntian. Dan memang terbukti sistem tuntian Cao Cao sukses.

(2) Cao Cao tulus dan dapat dipercaya, tidak ragu-ragu memakai orang. Prof. Yi mengemukakan beberapa alasan yang mendasari mengapa Cao Cao sangat menekankan ketulusan. Masa Tiga Negara adalah masa yang kacau, sehingga antar manusia timbul rasa saling curiga. Ditambah lagi, Cao Cao juga memiliki semacam peran ganda, disebabkan taktiknya mengontrol kaisar untuk memerintah para gubernur. Maka Cao Cao perlu membangun kepercayaan. Ia harus menjadi orang yang tulus dan lapang dada, bahkan terhadap orang-orang yang pernah melawan dia, seperti Zhang Xiu, Chen Lin dan sebagainya. Ketulusan ini membuat bawahan Cao Cao sangat setia kepada Cao Cao.

(3) Cao Cao sangat disiplin, dan adil dalam hal memberi penghargaan atau hukuman. Cao Cao sangat disiplin dalam mengelola pasukannya, sebab ia mengerti, tanpa pasukan yang disiplin, tidak mungkin ia menang. Ada satu cerita yang terkenal, yaitu ketika sedang melakukan ekspedisi, Cao Cao mengeluarkan perintah tidak boleh menginjak tanaman petani. Kuda siapa pun yang menginjak gandum, harus dihukum mati. Maka seluruh anggota pasukan turun dari kuda, menuntun kuda masing-masing berjalan. Cao Cao pun demikian. Namun tiba-tiba kuda Cao Cao terkejut, melompat ke tanaman gandum. Apa yang harus dilakukan? Menurut hukum, Cao Cao harus dihukum mati. Cao Cao pun bersedia dihukum mati. Tapi mana bisa demikian? Akhirnya Cao Cao memotong rambutnya sendiri. Menariknya, kisah ini ditulis dalam satu buku yang kurang begitu mengapresiasi Cao Cao, yaitu Cao Man Zhuan. Dengan tujuan memperlihatkan bahwa Cao Cao orang yang licik, tidak mentaati peraturan sendiri, tidak dihukum mati. Tetapi sebenarnya tidak juga. Cao Cao dalam hal ini sebenarnya juga telah dihukum, yaitu hukuman yang dinamakan kun xing. Sebab orang kuno menganggap tubuh kita adalah pemberian ayah ibu, tidak boleh dibuang, termasuk rambut. Kun xing pada waktu itu juga membuat malu. Maka sebenarnya Cao Cao sudah dihukum. Sebaliknya, Cao Cao juga tidak segan-segan memberi penghargaan kepada bawahan. Cao Cao memberikan penghargaan bukan seperti umumnya pemimpin yang “mentraktir” semua anak buah, bila memperoleh kemenangan. Cao Cao tidak demikian. Pertama, bawahan harus benar-benar berjasa. Kedua, penghargaan Cao Cao pasti tepat pada tempatnya, dengan kata lain, hadiah yang diberikan Cao Cao selalu melebihi harapan bawahan. Selama Cao Cao memimpin, ia tak pernah sekalipun bersaing dengan anak buahnya. Segala jasa anak buah adalah jasa mereka. Dan hadiah yang diberikan selalu mengena. Inilah yang menyebabkan pengikut Cao Cao merasa bahwa ikut Cao Cao adalah hal yang tepat.

(4) Cao Cao berpikiran terbuka, selalu ingin belajar dari orang yang lebih pintar. Cao Cao tidak bersaing dengan bawahan. Setiap saran dari bawahan, bila tidak diterima oleh Cao Cao, namun pada akhirnya saran itu ternyata benar, Cao Cao selalu introspeksi dan mengevaluasi diri. Suatu ketika Cao Cao berperang melawan Sun Quan, Cao Cao memutuskan memindahkan penduduk Huainan ke utara. Waktu itu ada penasehatnya yang bernama Jiang Ji tidak setuju, sebab kondisi sekarang tidak sama dengan waktu perang Guandu. Dan lagi para penduduk sangat betah dengan kampung halaman mereka. Tapi Cao Cao tidak mendengarkan nasihat ini. Akhirnya setelah mendengar mereka akan dipindahkan ke utara, penduduk Huainan malah berbondong-bondong pindah ke wilayah Sun Quan. Cao Cao tahu dirinya salah, Cao Cao mengaku salah, dan menerima bahwa Jiang Ji benar. Satu hal lagi yang ditekankan oleh Prof. Yi, bahwa evaluasi diri tidaklah harus merupakan hal yang sedih, yang harus ditangisi. Sebenarnya tidak harus demikian. Evaluasi diri, merasa diri bersalah, juga boleh dengan tertawa, asalkan tulus. Cao Cao tidak menangisi diri waktu tahu ia salah. Ia menyampaikan penyesalannya kepada Jiang Ji dengan tetap ceria.

Prof. Yi juga berkata, sebenarnya yang paling penting adalah bukan pada teknik menggunakan orang, tetapi hal di baliknya, yaitu dasar menggunakan orang. Inti dari dasar ini dalam kasus Cao Cao adalah mengerti natur dan hati manusia. Cao Cao sangat mengerti sifat manusia. Ia mengerti kenapa anak buahnya mengikut dia. Ia tahu setiap orang punya kelemahan, maka ia dengan disiplin dan dengan lapang dada pula memperlakukan anak buah. Ia tahu tiap orang punya pemikiran yang logis, maka ia dengan logis pula memperlakukan orang lain. Ia juga tahu orang punya perasaan, maka ia tulus terhadap orang lain.

Satu contoh, waktu perang Guandu, Cao Cao berhasil mendapatkan pampasan perang berupa banyak buku dari Yuan Shao. Ia menemukan di dalamnya ada satu surat yang ditulis oleh bawahannya sendiri kepada Yuan Shao. Menemui hal ini, orang biasa pada umumnya akan merespon negatif, sebab ini menandakan ada orang kita yang menjalin hubungan dengan pihak musuh—sebuah pengkhianatan. Tapi Cao Cao tidak. Ia sama sekali tidak membaca surat itu, langsung menyuruh orang membakarnya. Ketika ditanya kenapa demikian, Cao Cao berkata, ketika melawan Yuan Shao, kondisinya adalah yang lemah melawan yang kuat. Ia sendiri tidak yakin dapat mengalahkan Yuan Shao, apalagi anak buahnya. Jadi ada anak buah yang berkoneksi dengan Yuan Shao, ia anggap adalah hal yang lumrah, dan mestinya tidak hanya satu orang yang berbuat seperti itu. Cao Cao tahu jelas pasti ada puluhan bahkan ratusan orang yang seperti itu. Maka Cao Cao dalam hal ini mengambil keputusan yang sangat tepat, karena tidak mungkin mencari-cari satu demi satu orang yang berkhianat. Di sinilah letak kemahiran Cao Cao mengerti sifat manusia, menjadi orang yang dipercaya bawahan. Dan yang paling sulit untuk kita tiru adalah, Cao Cao melakukan semua ini dengan tulus, dengan alamiah, tidak dibuat-dibuat.

Kenapa Cao Cao bisa melakukan itu? Pertama, ia pandai. Ia tahu kapan harus berlaku jujur, kapan harus berpura-pura tidak tahu. Kedua, Cao Cao sangat easy going. Cao Cao selain seorang jenderal, kita tahu bahwa ia juga seorang penyair. Maka Cao Cao bisa dekat dengan bawahan. Ia bukanlah pemimpin yang terlalu serius, juga bukan terlalu santai. Ia tahu menempatkan diri. Ketiga, tulus. Cao Cao benar-benar tulus mengharapkan banyak orang bisa membantunya. Ini tercermin dari puisi karya Cao Cao, Duan Ge Xing, yang artinya kira-kira: hijaunya bajumu, duka hatiku; hanya karena engkau, membuatku rindu hingga kini. Rindu siapa? Rindu kepada orang yang dapat membantu dia. Keempat, filosofinya mendalam. Cao Cao tahu hidup manusia sangat pendek, maka dengan waktu kita yang pendek ini, kita harus berbuat hal besar. Sehingga ia memerlukan banyak sekali orang berbakat. Guo Jia mengomentari Cao Cao, “dari penampilan luar, kelihatannya Cao Cao seorang yang tidak serius, namun sebenarnya ia punya perasaan hati dan pemikiran yang begitu dalam.” Cao Cao bisa tertawa-tawa bersenda gurau, namun saat ia tertawa-tawa dan berjabat tangan dengan Anda, ia sebenarnya sedang menyelidiki Anda. Dan ia benar-benar mengerti dengan mendalam sifat Anda. Lalu memperlakukan Anda sepatutnya.

Yuan Shao yang begitu gagah, Yuan Shu yang mendominasi, semua tidak dianggap oleh Cao Cao. Cao Cao malah menaruh perhatian kepada Liu Bei yang dulunya hanya seorang penjual sepatu. Bahkan Cao Cao pernah berkata kepada Liu Bei, bahwa pahlawan di dunia ini hanya Anda dan saya. Apakah Liu Bei juga pahlawan? Jika ya, maka seharusnya Cao Cao tidak perlu mengucapkan hal ini kepada Liu Bei, cukup disimpan dalam hati saja. Apakah Liu Bei bukan pahlawan? Jika memang bukan, lalu untuk apa Cao Cao mengatakan kalimat tersebut? Maka di episode selanjutnya, Prof. Yi akan membedah bagaimana pandangan Cao Cao terhadap Liu Bei ini. Nantikan.

There are 4 comments for this article
  1. Eduard at 2:58 pm

    Posting tentang Cao Cao ini benar-benar hebat. Karena sy merasa salah satu pemimpin bijak di jaman tiga negara yg secara tidak adil diposisikan sebagai orang “jahat” adalah Cao Cao ini. Sy mengagumi Cao Cao sejak saya kuliah dulu.

    • admin Author at 12:48 am

      Kalau di dalam novel, memang harus ada tokoh antagonis agar jalinan cerita dan konflik di dalam novel bisa dibangun. Maka penulis novel Romance of the Three Kingdoms menempatkan Cao Cao dalam peran antagonis ini. Namun sebenarnya kalau kita melihat Sanguozhi, yang merupakan catatan sejarah asli, ada banyak sisi dari diri Cao Cao yang tidak antagonis. Di sinilah pembahasan Prof. Yi Zhongtian lebih banyak berbicara. Semoga memperkaya dan membuka wawasan kita untuk dapat mengapresiasi Tiga Negara dengan lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *