Pada episode yang lalu, dikatakan bahwa ada satu orang yang…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (47 – 逆流而上/Menerjang Arus)
Pada episode yang lalu, prof. Yi membicarakan tentang kematian Lu Xun. Kematian Lu Xun adalah sebuah misteri. Mengapa Sun Quan harus memaksa Lu Xun mati? Pandangan yang umum berlaku adalah karena Lu Xun terlibat dalam perebutan penerus tahta antara Sun He dan Sun Ba. Lu Xun berpihak pada Sun He, dan berkali-kali bersurat kepada Sun Quan agar merestui Sun He. Ini akhirnya membuat Sun Quan jengkel.
Namun hal ini masih perlu dibahas lebih lanjut. Karena setelah Lu Xun meninggal, banyak orang yang juga terlibat dalam konflik putra mahkota ini malah naik pangkat. Jika dilihat lebih teliti, ada semacam pola di sini. Lu Xun yang dipaksa mati adalah orang Wu Jun kabupaten Wu. Gu Tan, yang dicopot jabatannya, juga adalah orang Wu Jun kabupaten Wu. Wu Can, yang dihukum mati, adalah orang Wu Jun daerah Wucheng. Dengan kata lain, yang bernasib buruk semuanya adalah orang-orang Jiangdong. Sementara itu, Zhuge Ke naik pangkat. Ia adalah pengungsi dari utara, putra dari Zhuge Jin. Yang juga naik pangkat selain itu ada Bu Zhi, juga pengungsi dari utara, serta Lü Dai, juga adalah pengungsi dari utara. Sedangkan yang aman-aman saja, tidak mengalami masalah ada Shi Yi, pengungsi dari utara, Teng Yin, juga keturunan dari pengungsi dari utara. Bahkan Teng Yin akhirnya bersama Zhuge Ke menjadi menteri besar di bawah Sun Quan.
Maka jelas di sini Sun Quan bukan berdasarkan pada siapa mendukung Sun He atau Sun Ba. Yang ‘ditata’ oleh Sun Quan semuanya adalah orang Jiangdong. Namun di sini ada satu fenomena aneh, yaitu Zhu Ju. Zhu Ju juga adalah orang Jiangdong, bahkan ia dan Lu Xun termasuk dalam empat keluarga besar di Wu Jun (Gu, Lu, Zhang, Zhu). Zhu Ju memang pada akhirnya juga dilenyapkan, tapi ini jauh di belakang nanti. Maka kesimpulan kita adalah, Sun Quan kali ini memang hendak melenyapkan Lu Xun.
Sun Quan dan Shizu
Kapan Lu Xun mengalami ‘penataan’ ini? Satu tahun setelah ia menjabat sebagai perdana menteri. Seperti kita tahu, Lu Xun juga adalah panglima di Wu, bermarkas di Wuchang. Panglima di garis depan ini berturut-turut dijabat oleh Zhou Yu, kemudian Lu Su, lalu Lü Meng, kemudian Lu Xun. Mereka adalah empat jenderal besar Wu. Kedudukan Lu Xun sangat tinggi dan penting. Ditambah kemudian ia menjadi perdana menteri. Lu Xun orang yang lengkap, bisa menjadi panglima militer, bisa juga menjadi perdana menteri. Ia ahli dalam hal militer sekaligus dalam pemerintahan. Mengapa Sun Quan harus melenyapkan orang yang sangat penting seperti ini?
Kita sekarang hanya bisa menebak alasannya. Prof. Yi menebak, ada empat alasan.
Pertama, Lu Xun adalah shizu (士族), kedua, dia adalah shizu Jiangdong, ketiga, dia adalah shizu paling besar di antara shizu di Jiangdong, keempat, dia adalah shizu paling besar di Jiangdong yang memiliki kekuatan paling besar di kubu Sun Quan. Kekuatan yang sangat besar ini dianggap sangat berbahaya oleh Sun Quan. Bahkan ada pakar yang berpendapat bahwa penerus Sun Quan nantinya bakal dikendalikan oleh Lu Xun.
Tetapi menurut prof. Yi, alasan yang sangat penting terletak pada relasi antara Sun Quan dan shizu Jiangdong ini. Di Jiangdong ada empat keluarga besar, yakni keluarga Yu, Wei, Gu, dan Lu. Tokoh dari keluarga Yu adalah Yu Fan, yang nyaris dibunuh oleh Sun Quan. Tokoh dari keluarga Wei adalah Wei Teng, yang nyaris dibunuh oleh Sun Ce. Tokoh dari keluarga Gu adalah Gu Yong. Gu Yong baik-baik saja, namun cucunya, Gu Tan, terlibat dalam kasus Lu Xun, dan akhirnya diusir. Di sini terlihat ada masalah antara Sun Quan dengan shizu Jiangdong ini.
Yu Fan, nyaris dibunuh oleh Sun Quan. Bagaimana ini bisa terjadi? Suatu kali, Sun Quan menjamu para bawahannya minum arak. Sun Quan sangat suka minum arak. Setelah minum cukup banyak, Sun Quan berdiri dan menuangkan arak ke gelas orang-orang. Saat tiba di hadapan Yu Fan, Yu Fan berpura-pura mabuk dan berbaring di lantai. Sun Quan melihat Yu Fan sudah mabuk, maka ia melewati Yu Fan dan pergi menuang arak ke orang lain. Begitu Sun Quan lewat, Yu Fan langsung bangkit dan duduk. Melihat hal ini, Sun Quan marah besar, ia menghunus pedang hendak membunuh Yu Fan. Saat itu Liu Ji mencegahnya. Liu Ji berkata bahwa Yu Fan adalah shi (士) yang terkenal. Membunuh Yu Fan akan membawa efek buruk. Sun Quan kemudian mengatakan hal yang penting, “Cao Cao dapat membunuh Kong Rong, mengapa aku tidak boleh membunuh Yu Fan?” Liu Ji menjawab, “Benar, Cao Cao membunuh Kong Rong, namun bukankah kemudian semua orang menyalahkan Cao Cao? Mohon tuanku belajar dari Yao dan Shun, jangan belajar dari Cao Cao.” Barulah Sun Quan sadar dan tidak jadi membunuh Yu Fan. Tetapi pada akhirnya Yu Fan tetap dipindahkan ke Jiaozhou. Mengapa? Karena Yu Fan mengeluarkan ocehan yang dianggap tak layak. Suatu ketika Sun Quan dan Zhang Zhao sedang berdiskusi tentang dewa-dewi. Di tengah diskusi, Yu Fan menyela dan berkata bahwa itu semua orang mati, mengapa perlu dibahas menjadi dewa segala? Sun Quan pun marah besar. Yu Fan diusir ke Jiaozhou.
Konflik Pemimpin Tiga Negara dengan Shizu
Kita melihat bahwa Sun Quan memandang Yu Fan bagaikan Kong Rong di Wu. Menariknya, masih ada satu orang lagi yang mengatakan hal yang mirip. Siapakah dia? Zhuge Liang. Zhuge Liang di Shu juga seperti Cao Cao dan Sun Quan, pernah berurusan dengan beberapa shizu dan shi terkenal. Misalnya, Liao Li, yang dicopot jabatannya oleh Zhuge Liang. Lai Min juga dicopot jabatannya oleh Zhuge Liang. Ketika Zhuge Liang memberhentikan Lai Min, Zhuge Liang mengeluarkan ucapan, “Lai Min membuat keonaran, menyebarkan rumor, lebih parah dari Kong Rong.” Jelas bahwa Kong Rong membuat kericuhan, sehingga dibunuh oleh Cao Cao. Kesalahan Lai Min lebih berat dari Kong Rong, ia seharusnya juga dihukum mati, tapi diberi keringanan dengan dicopot jabatannya.
Yu Fan adalah Kong Rong di Wu. Lai Min adalah Kong Rong di Shu. Maka, baik di Wei, Shu, maupun Wu, para pemimpinnya mengalami konflik dengan shizu. Dan bahkan, konflik inilah yang mendasari sejarah Tiga Negara menjadi seperti demikian.
Untuk menjelaskan ini, kita perlu menjelaskan dulu apa itu shizu.
Shizu adalah keluarga yang generasi demi generasi menjadi pejabat. Mungkin Anda akan bertanya, mengapa keluarga ini generasi demi generasi bisa menjadi pejabat? Di akhir dinasti Han, menjadi pejabat memang adalah urusan dari keluarga ini. Mengapa? Karena waktu itu menjadi pejabat tidak mudah. Ada tiga syarat, pertama, harus seorang shi (士) (menyangkut identitas), kedua, menguasai studi kitab-kitab Konfunianisme klasik (menyangkut talenta), ketiga, memiliki moral dan karakter yang baik (menyangkut moral). Siapakah shi? Pada zaman Chunqiu dan Negara Berperang, shi adalah aristokrat di level paling rendah. Sampai pada dinasti Qin dan Han, shi berubah menjadi derajat rakyat biasa yang paling tinggi. Waktu itu, rakyat biasa dibagi menjadi empat tingkatan: shi, nong (petani), gong (pengrajin atau tukang) dan shang (pedagang). Shi adalah profesi rakyat yang mengandalkan bersekolah, belajar. Shi adalah kaum cendekiawan.
Maka keluarga shi ini akan meneruskan profesi tersebut kepada keturunan mereka. Demikianlah maka keluarga ini dari generasi ke generasi menjadi pejabat. Keluarga seperti ini dinamakan shizu.
Kelas masyarakat ini memiliki keistimewaan: (1) memonopoli karier. Mereka memonopoli pengetahuan, sehingga melalui monopoli pengetahuan, memonopoli karier. Pendidikan dilaksanakan oleh mereka. Lalu setelah menjabat, mereka memilik hak rekomendasi. Tentu mereka merekomendasikan anak-anak, keluarga mereka sendiri. Mereka juga merekomendasikan orang-orang yang kesulitan secara ekonomi, namun memiliki talenta dan berpengetahuan. Maka timbullah relasi keluarga yang tidak melalui hubungan darah. Orang-orang yang diangkat dari bawah ini ketika menjadi pejabat, juga memiliki hak rekomendasi. Mereka akan membalas budi orang yang merekomendasikan mereka, sehingga merekomendasikan keluarga orang tersebut. Demikianlah ini menjadi efek bola salju.
(2) mengendalikan opini publik. Mengapa mereka bisa mengendalikan opini publik? Karena mereka memang bersekolah, memiliki pengetahuan. Saat itu profesi yang lainnya tidak berpengetahuan seperti shi, dan tentu tidak memiliki kuasa berbicara.
(3) menjadi tiran. Karena keluarga yang semakin besar dan semakin kuat. Maka shizu pun menjadi semacam penguasa lokal.
Dengan karakteristik seperti ini, maka shizu pun menjadi kekuatan politik yang besar di masyarakat.
Sampai di akhir dinasti Han, shizu menjadi salah satu dari tiga pilar penyokong kerajaan. Tiga pilar ini adalah kerabat, kasim, dan shizu.
Dan kenyataannya, setelah era Tiga Negara, dinasti Jin dan dinasti Utara Selatan adalah era tuan tanah shizu. Namun kenapa tuan tanah shizu ini tidak langsung menjadi penguasa setelah dinasti Han Timur?
Karena shizu harus berhadapan dengan kelompok penguasa lokal yang memiliki kekuatan militer, atau para warlord.
Shizu versus Militer (Warlord)
Jika negara sedang damai dan aman, pemerintah pusat memiliki kontrol yang kuat, maka yang berpengaruh adalah kelompok shizu. Jika negara sedang kacau, pemerintah pusat tak mampu mengontrol daerah, bahkan kaisar pun sampai harus terlunta-lunta, maka yang berpengaruh adalah militer. Di saat ini, shizu tak mampu melawan kekuatan para warlord. Inilah yang terjadi di akhir dinasti Han Timur.
Siapakah warlord pertama yang naik ke panggung sejarah saat itu? Dong Zhuo. Dong Zhuo adalah penguasa lokal, dengan kekuatan militer sendiri.
Ketika Dong Zhuo masuk ke ibukota, kelompok shizu diwakili oleh Yuan Shao, bersama kelompok kerabat yang diwakili oleh He Jin, dengan kelompok kasim yang diwakili oleh Zhang Rang, mengalami konflik. He Jin dibunuh oleh para kasim. Para kasim dibunuh oleh Yuan Shao. Maka dua pilar sudah musnah. Tinggal tersisa shizu.
Dong Zhuo ketika masuk ke ibukota, sebenarnya ingin bekerjasama dengan shizu. Dong Zhuo bahkan menculik kelompok shizu untuk dijadikan pejabat. Masalahnya, Dong Zhuo tidak bisa bekerjasama. Dia tidak mengerti bagaimana bekerjasama dengan shizu. Shizu pun tidak sudi bekerjasama dengan Dong Zhuo. Sehingga akhirnya Dong Zhuo dan shizu pun berseteru. Dong Zhuo membakar Luoyang, menculik kaisar, pindah ke Xi’an. Para shizu di masing-masing daerah mengumpulkan pasukan, menjadi kelompok warlord.
Saat inilah, sejarah berada pada persimpangan. Sejarah harus berjalan ke arah mana?
Dua orang yang paling memikirkan hal ini adalah Yuan Shao dan Cao Cao. Pemikiran Yuan Shao sederhana, kembali saja seperti masa Han Timur. Bahkan kalau bisa tidak perlu lagi ada kelompok kerabat dan kelompok kasim. Negara cukup disokong oleh kelompok shizu. Ia ingin menjalankan jalur shizu Konfusian.
Maka waktu itu banyak orang mendukung Yuan Shao. Ketika Aliansi Guandong dibentuk waktu itu, para penguasa daerah sepakat mendukung Yuan Shao sebagai pemimpin aliansi. Padahal jabatan Yuan Shao waktu itu tidak tinggi. Jabatan tertinggi sebenarnya dipegang oleh Yuan Shu. Kenapa Yuan Shao yang terpilih? Karena para shizu mendukung Yuan Shao. Keluarga Yuan Shao di empat generasi terdapat tiga orang yang memiliki jabatan tinggi di istana. Yuan Shao sendiri juga bertalenta.
Ketika sejarah mulai berjalan menuju jalur militer, kelompok shizu menaruh harapan pada Yuan Shao. Ini juga yang kemudian menyebabkan pertempuran antara Yuan Shao dan Cao Cao di Guandu. Jika kita sekarang melihat proses perang Guandu, terlihat bahwa kemenangan Cao Cao sangatlah beresiko dan ia nyaris kalah. Ini semua karena dukungan kepada Yuan Shao. Liu Bei misalnya, mendukung Yuan Shao; Plot Dong Cheng untuk membunuh Cao Cao; Liu Biao pun dalam hati juga mendukung Yuan Shao; Kong Rong bahkan menyebarkan omongan bahwa Yuan Shao tidak dapat dikalahkan. Banyak sekali orang mendukung Yuan Shao.
Ketika Cao Cao berhasil mengalahkan Yuan Shao, dan menemukan setumpuk surat dari orang-orang di kubunya kepada Yuan Shao. Ia tak berani menelusuri surat-surat itu. Ia langsung membakarnya.
Cao Cao menang dan Yuan Shao kalah. Harapan terakhir dari kelompok shizu pun musnah.
Cao Cao sendiri hendak menempuh jalur yang mana? Menurut istilah Mr. Chen Yinque, “Pemerintahan Cao Wei oleh keluarga biasa (non-shizu) yang berasaskan legalisme”. Jalur ini berhasil dan meluas di daerah utara. Pemerintahan legalisme dari keluarga non-shizu pun terbentuk. Tetapi cita-cita Cao Cao ini belum dapat terwujud seluruhnya. Mengapa? Karena ditentang oleh daerah selatan.
Ia tak mampu melewati Changjiang.
Tiga zhou di selatan Changjiang waktu itu, Yangzhou, Jingzhou dan Yizhou, semuanya dipimpin orang bermarga Liu. Yangzhou dipimpin Liu Yao. Jingzhou dipimpin Liu Biao. Yizhou dipimpin Liu Yan yang kemudian dilanjutkan Liu Zhang. Mereka semua keluarga istana. Liu Biao sendiri adalah seorang shi yang terkenal.
Di saat ini, Liu Bei dan Sun Quan bangkit. Ini berujung pada pertempuran Yiling. Akhir yang terjadi adalah baik Liu Bei maupun Sun Quan tak dapat saling mengalahkan. Maka Zhuge Liang dan Sun Quan mengambil kesepakatan, diputuskan saling mengakui satu sama lain sebagai kaisar, membagi tianxia menjadi dua. Terjadilah Tiga Negara.
Maka jelaslah sekarang bahwa seluruh sejarah Tiga Negara adalah sejarah di mana arus kelompok shizu di daerah berupaya menjadi penguasa, namun dihalangi oleh kelompok kekuatan yang lain.
Cao Cao, Liu Bei, Sun Quan adalah pelawan arus ini.
Tetapi, Tiga Negara harus berakhir takluk pada dinasti Jin. Dinasti Jin adalah pemerintahan yang murni dari kelompok shizu. Tiga Negara disatukan oleh Jin, tianxia kembali diambil alih oleh shizu.
Wei, Shu, dan Wu menempuh jalur yang berbeda dalam mendirikan negara. Penyebab mereka disatukan oleh Jin juga berbeda. Bagaimana bedanya? Nantikan di episode berikutnya.
sumber gambar: https://history.ifeng.com/c/7ue7Zc0W94s
catatan admin: Wow. Episode ini sangat menarik. Arus pemikiran, strata kelas masyarakat, membentuk jalannya sejarah. Shizu versus militer ternyata merupakan konflik yang mendasari terbentuknya Tiga Negara. Ini berbeda dengan yang selama ini saya ketahui bahwa Tiga Negara hanyalah konflik antar para penguasa lokal berebut kekuasaan belaka. Ternyata ada hal yang lebih mendasar yang berkaitan dengan arus zaman. Walau ini bisa diperdebatkan lebih lanjut, namun pemaparan prof. Yi cukup logis.